Selasa, 06 April 2010

tugas final test antropologi

TUGAS FINAL TEST

Masyarakat dan Kebudayaan ( Studi Kasus Pada Kebudayaan Solo )



Nama : Annisa Hanum Palupi
NIM : 2007110781
Kelas : MC 11 - 6B
Lecturer : DRA. Tutik Dwi Winarni, MM







Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
The London School of Public Relations – Jakarta
2009



Kata Pengantar
Pertama-tama, kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena dengan kasih dan anugrahNyalah saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Adapun maksud dari makalah ini sebagai salah satu tugas final test pada mata kuliah Cultural Anthropology.
Setiap bangsa memiliki kebudayaannya sendiri. Begitu juga dengan Indonesia yang kaya akan kebudayaannya. Dari budaya tersebut terjadi perubahan yang signifikan sesuai dengan perkembang zaman yang disebut dengan era globalisasi. Dari perkembangan itulah kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.
Dikesempatan ini pula, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.Ibu Tutik, selaku dosen mata kuliah Cultural Anthropologi.
2.Teman-teman sekelas, yang telah bersama – sama melewati berbagai macam kegiatan belajar dikelas yang sangat kita cintai bersama.

Akhir kata ”tak ada gading yang tak retak” oleh karena itu kami mohon maaf atas kekurangan atau kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini.
Terima kasih atas perhatiannya.




Jakarta, Juli 2009
Penyusun




Bab I
Pendahuluan
I.i Latar Belakang

Perubahan-perubahan yang begitu cepat terjadi dalam hamper semua aspek kehidupan dewasa ini memerlukan suatu pemikiran yang menyeluruh mengenai budaya. Era kita sekarang ini, yang lebih dikenal dengan sebutan era globalosasi dimana tembok-tembok pemisah antar umat manusia dalam satu dunia (global village) mulai memudar berkat kemajuan dibidang komunikasi dan transparansi.
Beberapa orang mengatakan bahwa budaya global (global culture) telah lahir yakni era nasionalisme sudah kuno dan lewat dan begitu pula halnya dengan budaya nasional. Tetapi sebagian berpendapat bahwa pengertian globalisasi merupakan sesuatu yang samar-samar atau bahkan sama sekali asing. Walaupun dalam beberapa bidang kehidupan sehari-hari, pengaruh globalisasiyang berupa kemudahan-kemudahan sudah tertancap dalam-dalam dan tanpa kemudahan-kemudahan tersebut mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Kini era itu lebih dikenal sebagai era serba-ketergantungan (interdependency) yang menggambarkan bahwa suatu negara atau bangsa tidak akan mungkin menghindari hubungan dengan negara-negara atau bangsa-bangsa lain demi mempertahankan eksistensinya. Dapat dikatakan juga bahwa dalam era globalisasi dewasa ini, suatu negara atau bangsa ”terjerat” dalam suatu ketegangan sebagai akibat ketergantungannya pada negara atau bangsa lain dan keinginannya untuk mempertahankan kemandiriannya serta identitasnya sendiri di antara negara-negara atau bangsa lain. Hal tersebut didasari motif mempertahankan eksistensinya sebagai satu negara dan bangsa.
Kita akan mempelajari arah pengembangan budaya Indonesia berdasarkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa yang mandiri dan berdaulat. Persyaratan-persyaratan yang dimaksud ialah berdimensi kearah dalam (intern bangsa) dan berdimensi ke luar (global). Untuk pemahan tersebut, maka terlebih dahulu kita mencoba melihat dimana kita berdiri setelah kita merdeka 50 tahun. Dan tidak hanya itu saja kita juga akan mencoba melihat bagaimana perkembangan masyarakat kota solo khususnya dalam kehidupan sehari – hari mereka.

I.ii Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan unsur –unsur kebudayaan di kota Solo?

I.iii Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis 7 unsur kebudayaan dan juga untuk mengetahui dan menganalisis tentang kesenian pada kebudayaan SOLO,yang meliputi:
1.Untuk mengetahui dan menganalisis unsur Bahasa pada kebudayaan Solo.
2.Untuk mengetahui dan menganalisis unsur Sistem Teknologi dan Alat Produksi pada kebudayaan Solo.
3.Untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Mata Pencaharian pada kebudayaan Solo.
4.Untuk mengetahui dan menganalisis Organisasi Sosial pada kebudayaan Solo.
5.Untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Pengetahuan pada kebudayaan Solo.
6.Untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Religi pada kebudayaan Solo.
7.Untuk mengetahui dan menganalisis Kesenian pada kebudayaan Solo.

Bab II
Kerangka Teoris
II.i Definisi Kebudayaan
Kebudayaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari – harinya yang berasal dari alam dengan menggunakan akal dan budi manusia itu sendiri.
II.i.i Definisi kebudayaan secara etimologis
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan ( food producing). Hal ini berarti manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja ( food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan benda sejarah (artifact) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefinisikannya, beberapa diantaranya akan dibahas di dalam definisi konseptual.
II.i.ii Definisi kebudayaan secara konseptual
II.i.ii.i Simpatupang, 1994
Semuanya pengaruh ini memberikan persamaan yang berbeda-beda kadarnya (dan juga perbedaan-perbedaan) pada budaya-budaya daerah yang berada itu.
II.i.ii.ii Koentjaraningrat, 1985
Semestaan Budaya:
1.sistem religi dan keagamaan
2.sistem dan organisasi kemasyarakatan

3

3.sistem pengetahuan
4.bahasa
5.sistem kesenian
6.sistem mata pencaharian hidup
7.sistem teknologi dan peralatan

Bangsa Indonesia memiliki (1985a):
1.“nilai budaya yang (tidak) berorientasi terhadap hasil karya manusia itu sendiri (tidak achievement oriented)”
2.“orientasi terlalu banyak terarah ke zaman lampau” sehingga “akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan”
3.kecenderungan melarikan diri dari dunia ke dunia kebatinan “yang tidak begitu cocok dengan jiwa rasionalisme yang kita perlukan untuk mempercepat pembangunan”
4.kecenderungan “yang terlampau banyak menggantungkan diri kepada nasib”
5.kecenderungan untuk “menilai tinggi konsep sama-rata-sama-rasa...(yang) mewajibkan suatu sikap konformisme yang besar (artinya, orang sebaiknya menjaga agar jangan dengan sengaja berusaha untuk menonjol di atas yang lain)…(suatu) sikap (yang) agak bertentangan dengan jiwa pembangunan yang justru memerlukan usaha jerih payah dengan sengaja dari individu untuk maju dan menonjol di atas yang lain.
6.“adat sopan santun (yang) amat berorientasi ke arah atasan” yang mematikan hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri.

Mentalitas yang terbentuk sebagai akibat revolusi itu (1985b):
1.sifat mentalitas yang meremehkan mutu
2.sifat mentalitas yang suka menerabas
3.sifat tak percaya kepada diri sendiri
4.sifat tak berdisiplin murni

4
5. mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab sifat yang kokoh.
II.i.ii.iii Featherstone, Smith, Konrad dan Hannerz
Jika pengertian-pengertian ini kita pakai untuk meninjau budaya-budaya etnis yang terdapat di Indonesia, maka aemboyan Bhinneka Tunggal Ika itu harus diberi pengertian dinamis dan bukan yang statis untuk mempertahankan dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, yaitu Tunggal Ika, diantara seluruh rakyat Indonesia.

II.i.ii.iv Linus Suryadi Ag, 1990:117
Menjadi orang Indonesia berarti siap untuk diterpa proses perubahan. Dari Jawa atau Minang atau Batak, atau lainnya, menjadi Indonesia. Dari penganut agama yang eksklusif, menjadi penganut yang siap berdampingan dengan penganut agama lain, dalam komunitas baru yang bernama Indonesia.
II.i.ii.v Sutan Takdir Alisjahbana, 1979
Seluruh kebudayaan-kebudayaan Indonesia, juga kebudayaan daerah, akan berpokok pada ilmu dan bersifat progresif. Kalau berternak sapi di daerah, ia harus dipelihara secara ilmiah. Bahasa apa pun yang dikuasai sekolah-sekolah di desa, ia mesti memberikan ilmu abad keduapuluh ini. Warung di desa mesti dijalankan dengan pikiran yang menyadari efisiensi. Kita tak peduli petani memberi sesajen untuk Dewi Sri, namun mereka harus menanam padinya secara modern. Dalam hal ini sifat kedaerahan hilang. Indonesia adalah bagian dari dunia, dan karenanya ia tidak bisa lari dari kebudayaan progresif. Kenapa demikian? Karena kebudayaan yang berpokok pada ilmu, ekonomi, telah menyatukan dunia. Yang tidak sadar akan hal ini, berarti hidup dalam abad yang lampau. Kita masih hidup dalam abad pertengahan. Kesukarannya adalah karena cara berpikir unversitas belum sampai ke desa, dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi serta efisiensi masih merupakan kata-kata asing.
Penjajahan adalah sebagai akibat hukum alam: yang pintar, kuat, dinamis, mesti menguasai yang bodoh, lemah dan statis.
Bagaimana pun bangganya kita, kita harus sadar bahwa kebudayaan kita tidak pintar, lemah dan statis. Kebanggaan kita kadang-kadang berlebihan. Kita kurang intropeksi. Kita harus melihat perubahan dunia secara nyata, jujur, jangan bermimpi dan berilusi. Kita harus merubah mental dari kebudayaan ekspresif dan fantasi, sedikit rasio yang berdasarkan intuisi, menjadi kebudayaan yang dikuasai rasio, perhitungan, dan realistis. Dengan itu,

5
bukan berarti agama bakal hilang. Saya tak khawatir sumber agama akan lenyap. Hanya orang bodoh dan tak memahami arti agama sesungguhnyalah yang memiliki kekhawatiran demikian.

II.i.ii.vi Chatterjee (1993:73)
“…the act of cultural synthesis can, in fact, be performed only by a supremely cultivated and refined intellect. It has a project of national cultural regenration in which intelligentsia leads and the nation follows”

Chatterjee (1963:56)
“…instead of welcoming machinery as a boon, we should look upon it as an evil”

II.i.ii.vii Toynbee (1993:287)
“…a society which is under fire from the radiation of a more potent foreign culture must either master this foreign way of life or perish… This positive and constructive response to the challenge of cultural agression is a proof of statesmenship because it is a victory over natural inclinations. The natural response is negative one of the oyster who closses his shell, the tortoise who withdraws into his carapace, the hedgehog who roll himself into a spiky ball, or the ostrich who hides his head in the sand…”

II.i.ii.viii Rabi (163:138)
“Every generation of mankind has to remake its culture, its values, and its goals. Changing circumstances make older habits and customs valueless or obsolete. New knowledge exposes the limitations and the contingent nature of older philosophies and of previously accepted guides to action. Wisdom does not come in formulas, proverbs, wise saws, but out of the living actuality. The past is important for understanding the present, but it is not the present. It is in a real sense created in the present, and changes from the point of view of every generation”
Rabi (1963:139)

6
Dalam perubahan budaya, ada yang akan tetap bertahan atau sama, antara lain, sistem syaraf kita dan hasil seni yang besar karena pemahaman yang mendalam tidak tergantung pada waktu.
II.i.ii.ix Liek Wilardjo (1992)
Sadar iptek ialah sadar bahwa iptek itu:
1.tanggam-budaya
2.dialektik
3.ada yang bersifat transaintifik

II.i.ii.x Pembangunan Jangka Panjang II
“Tercapainya kemajuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta sejahtera, yang dilandasi nilai-nilai spiritual, moral, dan etik didasarkan nilai luhur bangsa serta nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tolong Komentarin Posting - posting qu ya.....terima kasih